Hidup Bahagiah Bersama Allah

Bila kita bisa bertakwa dengan selalu merasa menghadirkan Allah swt dalam kehidupan sehari-hari, maka kita tentu tidak akan kesepian, tidak akan merasa sendirian. Bahkan ulama-ulama dahulu dan orang-orang sufi cenderung bersepi-sepi atau mencari tempat-tempat sunyi, agar selalu bisa bercengkerama dan bermuwajahah dengan Allah swt.

Hidup bertakwa dengan selalu merasa bersama Allah, bukan hanya menjadi kontrol diri, tetapi juga menjadi penguat bagi seseorang dalam menjalani hidup dan menghadapi segala kesulitan-kesulitannya.

Nabi Muhammad saw bisa menegakkan dakwah dengan sukses, karena selalu menghadirkan Allah swt dalam hidupnya. Ketika di gua Tsur bersama Abu Bakkar ra dan beliau berdua di kepung Kafir Quraisy, Nabi selalu berkata kepada Abu Bakkar ra bahwa: La tahzan, innallaha ma’anâ, “Jangan khawatir, Allah bersama kita”.

Kebersamaan dengan Allah ini maknanya adala dua. Innallaha ma’anâ fi ilmihi, kebersamaan dengan ilmu Allah, dan kebersamaan dengan pertolongan Allah (ma’a nushratillah).

Ini terbukti, orang-orang yang dalam hidupnya selalu menghadirkan Allah selalu saja mendapatkan pertolongan Allah swt. Allah swt selalu menolong hamba-hambanya dengan berbagai cara.

Dalam tiap kesempatan para Nabi bermunajat, bermuwajaha, berdoa kepada Allah swt. Dan doa itu pun dikabul. Nabi Musa ketika merasa bersalah karena telah memukul orang Qibti hingga meninggal, lalu ia berdoa rabî innî dzhalamtu nafsî faghfirlî, ya Tuhanku aku telah berbuat dzalim kepada diriku, maka ampunilah aku. Ayat seterusnya menyebutkan faghafaralahû, maka Tuhan pun mengampuninya. Doa Musa dijawab oleh Allah, karena Musa selalu dekat dan menghadirkan Allah dalam kehidupan sehari-harinya.

Ketika Musa dikejar oleh Fir’aun dan balatentaranya, ia pun berdoa kepada Allah swt, seraya bermunajat Rabbî najinî min al-qaûmi dzhâlimîn, ya Tuhanku selamatkanlah aku dari kaum yang dzalim. Di sebut dzalim, karena Fir’aun berlaku sombong dan semena-mena di muka bumi.

Ketika Musa selesai membantu dua perempuan yang ditemuinya di tengah perjalanan, kemudian ia duduk di bawah pohon, seraya memanjatkan doa; “Rabbî innî limâ anzalta min khaîrin faqîr, Ya Tuhanku, aku membutuhkan sesuatu yang baik-baik yang Engkau turunkan”. Allah swt mendengar do’a tersebut, dan mengerakkan hati dua anak gadis yang ditolong Musa, hingga menikahkan salah satunya dengan Nabi Musa as.

Nabi Ayyub as juga demikian. Setelah didera sakit bertahun-tahun, hingga seluruh harta dan keluarganya pergi, Nabi Ayyub tetap berdo’a, “Rabbî innî massania al-dhurru wa anta arhamu al-râhimîn”, Ya Tuhanku sungguh aku ditimpa musibah, sementara Engkau adalah dzat Yang Maha Kasih dan Maha Sayang. Selanjutnya Allah swt memberi kesembuhan pada Ayyub as, dan mengembalikan kembali seluruh harta dan keluarganya, sehingga berbahagiah kembali.

Nabi Yunus as juga demikian. Di dalam kesempitan, di dalam perut ikan, Nuh as selalu bertasbih, dengan bermunajat, “Lâ ilâha illa anta subhânaka innaka kuntu min al-dzâlimin”, Tidak ada Tuhan selain Engkau Ya Allah, Maha Suci Engkau dan sungguh aku termasuk orang-orang yang dzalim. Dengan do’a dan tasbih ini, kemudian Allah swt memerintahkan Ikan yang memakan Nuh as, untuk memuntahkannya kembali. Dan kemudian Nuh as, hidup di daratan yang subur dan sejahtera.

Demikianlah, sedikit kisah yang membuktikan bahwa dengan selalu menghadirkan Allah swt dalam hidup kita, kita bisa mencapai kebahagiaan. Bila ada kesulitan hidup, maka yang pertama dilakukan adalah bermunajat bermuwajahah kepada Allah swt. Niscaya Allah menggerakkan hati hamba-hambanya untuk juga menolong kita. Amin. Wallahu a’lam bi al-shawab. (AM)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertian MUATABAH

Jaringan Penyokong

Anatomi Daun