Kepentingan dunia dan akhirat

Penyakit terbesar umat manusia dari dulu sampai sekarang adalah Hubud dunya, yaitu kecintaan yang berlebihan terhadap harta dunia. Pada dasarnya orang-orang yang terlalu dilarutkan oleh gemerlap dunia semata bahkan terkesan berlebih-lebihan, sebenarnya tidak meyakini bahwa sesungguhnya kehidupan dunia ini hanya bersifat sementara. Kalau mereka memahami akan hal ini tentu hidup berlebih-lebihan dan hedonisme akan mereka hindari. Ajaran Islam selalu menekankan pada umatnya untuk selalu memupuk sifat tawazun, yaitu pandai menyeimbangkan antara kepentingan dan kebutuhan dunia dengan kepentingan dan kebutuhan akhiratnya. Manusia sekarang sedang hidup di dunia, setelah itu pasti akan mati, maka sudah seharusnya setiap diri mencari bekal untuk akhirat, disamping kesibukan didalam memenuhi kebutuhan hidup didunia. Sangat diharapkan dari hal ini adalah mendapatkan nikmat dunia dan hasilnyapun dapat dipetik dikehidupan akhiat kelak.

Berfiman Allah ‘ Dan carilah, dengan (kekayaan) yang dianugerahkan Allah kepadamu negeri akhirat, dan janganlah lupa bagianmu dudunia ini. Berbuat baiklah sebagai mana Allah berbuat baik kepadamu, dan janganlah mencari (kesempatan) melakukan kerusakan dimuka bumi. Sungguh Allah tidak suka orang yang melakukan kerusakan.’ (Qs Al Qassas-77). Dijelaskan, ayat ini turun berkenaan dengan kisah Qarun. Seorang yang sangat kaya raya dan hidup dizaman nabi Musa As, tetapi sangat sombong dan angkuh kepada Allah (kufur) dan sangat sombong terhadap sesama manusia dengan berprilaku sombong dan sangat kikir sekali. Parahnya lagi setiap himbauan dan seruan nabi Musa As untuk beriman pada Allah dan membuang sifat sombong maupun bakhilnya itu, selalu dibantah dan ditolaknya. Akibat sikap Qarun yang keterlaluan dan sudah diluar batas Allahpun turun tangan, seluruh harta kekayaannya plus dirinya ditenggelamkan Allah kedalam perut bumi, itulah bentuk kemukaan Allah terhadap Qarun yang bukan hanya sekedar dongeng belaka pengantar tidur lelah si buyung

Begitu juga dizaman sekarang ini sepotong firman Allah diatas lengkap dengan kisahnya, sangat baik dijadikan pelajaan didalam memenuhi segala kebutuhan hidup dengan tidak melupakan atau melalaikan kehidupan yang abadi kelak. Diakhiat ada sorga dngan segala kenikmatannya, sorga itu merupakan asal nenek moyang seluruh umat manusia yang diciptakan langsung oleh Allah Swt. Maka sudah sepantasnya setiap umat manusia khususnya umat Islam merindukan negeri asalnya tersebut, dengan banyak melakukan amal kebajikan dan amal shaleh. Kenapa amal shaleh?, karena amal shaleh yang diiringi dengan berbagai aneka kebaikan merupakan penyempurna keimanan seseorang. Barang siapa yang melakukan hal ini dengan penuh kesadaran akan mendapat ganjaran dari Allah berupa ampunan dosa, kalau segala bentuk dosa sudah mendapat rekomendasi ampunan dari Allah ujung-ujungnya adalah kenikmatan yaitu sorga.

Iniah tempat bagi oang-orang yang beruntung.’ Ingatlah hari diwaktu itu Allah mengumpulkan kamu pada hari pengumpulan untuk dihisab. Itulah hari (waktu itu) ditampakkan kesalahan-kesalahan. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah dan mengerjakan amal shaleh niscaya Allah akan menghapus kesalahan-kesalahannya dan memasukannya kedalam sorga yang mengalir dibawahnya sungai-sungai mereka kekal didalamnya selama-lamanya. Itulah keberuntungan yang besar. (Qs At Taqhabun-9). Ayat diatas sudah jelas menerangkan bahwa segala perbuatan manusia suatu saat nanti pasti akan dipertanyakan (dihisab). Segala bentuk prilaku baik dan buruk akan dibuka, tak ada yang sanggup berbohong dan dibohongi, semua angota tubuh akan ikut berbicara memberikan kesaksiannya masing-masing. Dari hasil kesaksian inilah yang akan menempatkan diri kita pada kenikmatan sorga atau kesengsaraan dan kepedihan azab neraka jahanam.

Namun, sudah terang dan jelas ayat-ayat Al Quran maupun Hadis Saw mengingatkan tetap saja manusia itu senang bergumul dengan hal-hal yang dilarang Allah. Sudah tidak sedikit dari umat manusia yang diseret oleh gelombang duniawi dan hawa nafsu. Materi pangkat dan jabatan seolah-olah sudah menjadi prioritas utamanya. Segala sesuatu saat ini selalu diukur dengan uang, bahkan keadilan acap kali terdiam karena ditimbun uang. Bahkan yang sangat menyedihkan agama pun akan mereka hormati kalau ada menghasilkan uang. Orang hanya akan dihormati dan disegani karena mereka memiliki banyak uang, disisi lain para tokoh-tokoh agama dengan fatwanya sering disingkirkan karena mereka tidak memiliki kekayaan yang melimpah dsb. Inilah tanda dari sekian banyak tanda akhir zaman, manusia sudah dipebudak harta. Bersabda Rasulullah Saw ‘ Manakala akhir zaman telah/akan datang, maka ukuran agama dan manusia adalah dirham dan dinar. (Hr Imam Thabrani).

Oleh karena itu selama hayat masih dikandung badan marilah kita sama-sama meevaluasi tentang amal perbuatan, apakah yang kita tunaikan selama ini sudah sesuai dengan ajaran Islam, yang hasilnya nanti dapat dipetik dan dirasakan diakhirat nanti. Orang bijak memberi nasehat, ketika sehat bekerjalah dengan giat dan sungguh-sungguh, karena terkadang rasa sakit datang secara tiba-tiba. Dan ketika masih hidup, isilah kehidupan ini dengan hal-hal yang positif, karena yang namanya ajal kedatanganyapun tidak bisa diprediksikan. Bekerja dan berusaha untuk meraih kebahagiaan hidup didunia dan akhirat secara simbang sudah seharusnya diterapkan dalan setiap diri umat Islam. ‘ Iqmalidunyaka kanaka tamutu qadan .’ Bekerjalah untuk duniamu seolah-olah kamu akan hidup selama-lamanya. Dan bekerjalah untuk kepentingan akhiratmu seakan-akan kamu akan mati esok hari.’.

Dijelaskan, mengunakan dunia untuk akhirat bermakna, selalu mengunakan nikmat yang diperoleh didunia sebagai sarana untuk melakukan kebajikan, yang pahalanya akan didapatkan diakhirat nanti. Dan keseimbangan antara duniawi dan ukhrawi meupakan unsur mutlak didalam meraih keinginan ini. Pada dasarnya aktivitas duniawi adalah menemuan kecukupan materi dengan jalan baik lagi halal untuk dinikmati didunia. Sedangkan untuk akhirat dapat dilakukan dengan berbagai cara sesuai petunjuk agama Islam seperti suka bersedekah, infak, menolong kaum duafa dsb. Selalu ditekankan bahwa umat Islam itu sangat perlu sekali menerapkan prilaku hidup seimbang dalam meraih kepentingan dunia dan akhirat. Hidup manusia ini harus selalu berpacu dengan waktu, jangan sampai kita bosan didalam menjalani sang waktu, kita dituntut untuk mampu memainkan waktu yag singkat ini seevisien dan seevektif mungkin. Bersabda Rasulullah Saw.’ Barang siapa yang amal usahanya lebih baik dari hari kemarin.maka orang itu termasuk orang yang beruntung. Dan jika amal usahanya sama saja dengan yang kemarin termasuk kategori orang yang rugi. Dan jika amal usahanya lebih buruk dan memprihatinkan bahkan mengecewakan dari hari kemarin maka inilah orang yang tekutuk.’ (Hr Thabrani). Termasuk manusia seperti apakah diri kita?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Pengertian MUATABAH

Jaringan Penyokong

Anatomi Daun