Pengertian MUATABAH
Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh...
Alhamdulillah
Semoga ALLOH senantiasa melimpahkan Rahmat & Ridho-NYA kepada kita...
Dari segi bahasa, muatabah berakar dari kata "taba" yang karena pengaruh perubahan bentuk bisa menjadi kata "inabah" atau "muatabah". Kata ini secara hakiki mempunyai arti penyesalan.
Secara lughowi, kata ini bisa dilihat pengertiannya dalam dua kitab karangan Al-Ghazali, yaitu kitab Ihya'ul ulumuddin dan kitab Raudhah yang menerangkan sebagai berikut :
Taubat atau muatabah adalah meninggalkan dosa2 seketika dan bertekad untuk tidak melakukannya lagi. Atau taubat adalah kembali dari maksiat menuju taat. Kembali dari jalan yang jauh menuju jalan yang dekat. Dengan demikian orang yang bertaubat adalah orang berhenti melanggar larangan-larangan Allah dan kembali untuk melakukan perintah-NYA.
Berhenti berbuat maksiat dan patuh serta mencintai Allah. Berhenti melakukan hal2 yang di benci Allah dan berusaha menjalani apa yang di ridhai dan di senangi-NYA. Dan ia merasa bersedih hati atas dosa2 yang pernah di lakukannya.
Taubat menimbulkan perasaan duka cinta yang terenyuh dalam lubuk hatinya, mengganggu tidurnya, menumbuhkan rasa penyesalan yang mendalam dan membangkitkan semangat yang bulat untuk melepaskan noda dan dosa yang pernah di lakukannya dan bertekad untuk memulai kehidupan yang lebih baik.
Taubat dalam pengertian yang demikian tidak sama dengan pengertian "kapok lombok" dalam istilah jawa, yang hanya menimbulkan perasaan penyesalan sesaat atau rasa jera yang sementara yang pada kesempatan lain akan mengulangi perbuatannya lagi. Allah berpesan dalam firman-NYA :
•
.”Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya).”
(QS.At-Tahrim: 8)
Yang dimaksud dengan taubat nasuha disini adalah taubat yang sesungguhnya, yang bukan hanya terucap di lisan disertai dengan pengucapan lafadz istighfar sebagai tanda penyesalan, tetapi yang lebih penting dari itu adalah suatu upaya untuk menjauhi dan tidak mengulangi perbuatan dosa yang pernah dilakukan untuk kedua kalinya apalagi berkali-kali. Berpijak dari inilah, maka Imam Al-Ghazali menetapkan ada empat perkara yang menjadi rukun taubat, yaitu : pengetahuan, sesal, niat dan meninggalkan.
Alhamdulillah
Semoga ALLOH senantiasa melimpahkan Rahmat & Ridho-NYA kepada kita...
Dari segi bahasa, muatabah berakar dari kata "taba" yang karena pengaruh perubahan bentuk bisa menjadi kata "inabah" atau "muatabah". Kata ini secara hakiki mempunyai arti penyesalan.
Secara lughowi, kata ini bisa dilihat pengertiannya dalam dua kitab karangan Al-Ghazali, yaitu kitab Ihya'ul ulumuddin dan kitab Raudhah yang menerangkan sebagai berikut :
Taubat atau muatabah adalah meninggalkan dosa2 seketika dan bertekad untuk tidak melakukannya lagi. Atau taubat adalah kembali dari maksiat menuju taat. Kembali dari jalan yang jauh menuju jalan yang dekat. Dengan demikian orang yang bertaubat adalah orang berhenti melanggar larangan-larangan Allah dan kembali untuk melakukan perintah-NYA.
Berhenti berbuat maksiat dan patuh serta mencintai Allah. Berhenti melakukan hal2 yang di benci Allah dan berusaha menjalani apa yang di ridhai dan di senangi-NYA. Dan ia merasa bersedih hati atas dosa2 yang pernah di lakukannya.
Taubat menimbulkan perasaan duka cinta yang terenyuh dalam lubuk hatinya, mengganggu tidurnya, menumbuhkan rasa penyesalan yang mendalam dan membangkitkan semangat yang bulat untuk melepaskan noda dan dosa yang pernah di lakukannya dan bertekad untuk memulai kehidupan yang lebih baik.
Taubat dalam pengertian yang demikian tidak sama dengan pengertian "kapok lombok" dalam istilah jawa, yang hanya menimbulkan perasaan penyesalan sesaat atau rasa jera yang sementara yang pada kesempatan lain akan mengulangi perbuatannya lagi. Allah berpesan dalam firman-NYA :
•
.”Hai orang-orang yang beriman, bertaubatlah kepada Allah dengan taubatan nasuhaa (taubat yang semurni-murninya).”
(QS.At-Tahrim: 8)
Yang dimaksud dengan taubat nasuha disini adalah taubat yang sesungguhnya, yang bukan hanya terucap di lisan disertai dengan pengucapan lafadz istighfar sebagai tanda penyesalan, tetapi yang lebih penting dari itu adalah suatu upaya untuk menjauhi dan tidak mengulangi perbuatan dosa yang pernah dilakukan untuk kedua kalinya apalagi berkali-kali. Berpijak dari inilah, maka Imam Al-Ghazali menetapkan ada empat perkara yang menjadi rukun taubat, yaitu : pengetahuan, sesal, niat dan meninggalkan.
Komentar
Posting Komentar
silhkan memberi kritik dan sarannya ya....
ini demi kemajuan blog kita bersama.